Arsip Kategori: senyum kecil

-Kamu, tentang dia-

Kamu bicara tentang makhluk yang berdiam di hatimu
Senantiasa
Tentang bagaimana hatimu kini penuh sesak olehnya, dan tak ada lagi ruang untuk menampung gelisah

Kamu bicara tentang makhluk yang bayangnya tercermin di matamu
Selalu
Tentang bagaimana matanya selalu lapar akan kamu, dan tak ada lagi daya inginmu berlari darinya

Kamu bicara tentang makhluk yang menapak bersisian denganmu
Setiap waktu
Tentang bagaimana langit menjadi selalu teduh, dan hari tak pernah lagi terlalu berat untuk dijalani

Kamu terus bicara

Mendongeng dengan merdu sehingga bintang malam itu tergoda turut mendengar sembari bermain di matamu
Melagukan asa sehingga bulan malam itu tergetar untuk terangi jalanmu menujunya
Rasanya mereka mengagumi dirimu yang sedang bercerita,
sama seperti bagaimana kamu mengagumi dia yang menjadi obyek kisahmu

Aku berharap satu : semoga saat ini dia bicara tentang kamu sebagaimana kamu bicara tentang dia.

-hening pagi-

Ingin kubeku ruang ini di detik-detik ia tersapa pagi
Selisip sinar mentari, dan mataku yang berupaya sembunyi
Sisa-sisa malam yang masih tergantung di ujung jemari
Bulan yang enggan beranjak dan hening yang tak mau pergi
Ingin kubiarkan waktu pergi berlari mengabaikanku disini
Atau mungkin ia sudi turut rebah bersandar di sisi?
Luruhkan semua hias dunia hingga yang tersisa cuma diri.

… jeda ini cuma mampu bawa bisu. suatu ruang kedap yang tak terisi.

makna pun jauh dari momen ini. seketika kehilangan kapasitas untuk tampung muatan sedikitpun. cuma kosong.

iba aku pada aksara-aksara, pada gelisah dan kalut mereka ketika tiada cerita yang perlu dialir. mereka seperti prajurit siap perang, tapi belum punya alasan untuk maju…atau bahkan bertahan. menunggu dimaknai, berbaris siaga namun sayangnya tersia.

…aku ingin membuat teman-teman aksaraku ini menari lagi…aku ingin beri mereka hidup meskipun cuma satu detik staccato yang awalnya sekaligus menandai akhirnya…aku ingin hunus pedang penaku dan buat kertas putih ini berdarah, bersuara, menjerit, menangis, tertawa…

aku rindu kantin bobrok di pinggir jalan sudirman, dengan latar belakang musik yang terlalu keras hingga perlu berteriak untuk sekedar berbincang. aku rindu percakapan menjelang pagi tentang hidup, cinta dan cita-cita. aku rindu tawa keras, humor sarkastis dan penuh celaan. aku rindu koneksi. anggukan kecil dari ujung ruangan, sapaan selintas lalu yang cuma satu suku kata, lirikan kecil dalam suatu momen yang sungguhnya insignifikan. … tapi penuh makna.

-20 Januari 2007-

-keluar dari Jakarta-

ternyata aku tidak merindu teknologi
remah-remah hidup yang berkedok modernisasi
rupanya cukup kopi dan roti
tertawa sambil menghirup udara pagi
cukup tangan dan kaki
untuk ajak aku selesaikan hari

rupanya tak perlu televisi
untuk temani waktu berganti

rupanya cuma butuh kalian, teman
cerminan serpih jiwa
untuk ajak aku tersenyum hari ini

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss…!

-dan ironiskah, ketika tulisan ini diposting dari salah satu benda remah-remah teknologi? :p-

…akusuka…

aku suka suara daun kering di bawah sepatuku, gemerisik sayup yang goda telinga
aku suka suara kerupuk yang baru dimandikan kuah, perkusi tanpa nada yang mampu bangkitkan rasa
aku suka rasa cokelat pahit, sebuah paradoks mini ketika manis menjadi subyektif
aku suka rasa es krim di lidahku, kejutan yang mengajak aku tersenyum
aku suka bau daun teh yang baru direbus, kuhirup hingga habis penuhi jiwa
aku suka bau rumput sehabis hujan gerimis, kegembiraan mereka yang terpuaskan dahaganya
aku suka sentuh rambut yang keriting, permadani yang sembunyikan seribu rahasia
aku suka dibasuh air mengalir, hapuskan semua yang tak bersih dan kembalikan aku jernih
aku suka matahari yang menyelisip dari balik pohon, mengajak bermain dengan sinarnya
aku suka warna hijau cerah, keteduhan instan yang beri aku perlindungan
aku suka hidup. Meski tak selalu ku ingat itu.

-22 Maret 2006-

-tak lagi sama-

Suatu waktu aku pernah datang, menawarkan segenap diri untuk disandari
Waktu berlalu dan aku tak lagi sama

Suatu waktu kau pernah berkata: jangan bebani yang kau cinta
Waktu berlalu dan kamu tak lagi sama

Suatu waktu rasa pernah hadir disini, tawarkan damai dan tenang hati
Waktu berlalu…
Dan rasa tak lagi sama

-circa 2004